Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.
Tidaklah samar bagi seorang muslim bahwa aqidah merupakan pondasi tegaknya agama. Tanpa kekuatan dan kelurusan aqidah maka agama seorang hamba akan rusak dan hancur bahkan. Dari sanalah semestinya seorang muslim memperhatikan aqidahnya, bagaimana dia memperhatikan keadaan hati dan keyakinannya.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, aqidah Islam adalah keyakinan yang wajib dipegang-teguh oleh setiap muslim. Diantara aqidah itu yang paling pokok adalah kewajiban memurnikan ibadah kepada Allah dan menjauhi syirik kepada-Nya. Inilah ruh dan intisari dakwah setiap rasul kepada umat. Tidak boleh seorang muslim menyepelekan masalah aqidah apalagi menganggap bahwa pembenahan aqidah merupakan sebab kemunduran dan perpecahan.
Pada masa sekarang ini kita melihat bahwa banyak diantara tokoh yang dianggap sebagai panutan dan pemuka dakwah di tengah masyarakat justru menilai bahwa aqidah bukan lagi menjadi prioritas dalam pembenahan kondisi umat. Mereka lebih melihat bahwa sebab kemunduran umat adalah karena umat Islam mengikuti hukum-hukum agama. Oleh sebab itu menurut mereka apabila umat Islam ingin maju harus berani ‘meninggalkan’ hukum-hukum syari’at. Mereka mengajak kaum terpelajar untuk meninggalkan hukum Tuhan menuju hukum sekuler…
Diantara buktinya adalah apa yang sering kita jumpai, misalnya :
– Seruan untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir
– Seruan untuk meniadakan kebencian kepada musuh Allah dan Rasul-Nya
– Seruan untuk menjauhkan agama dari urusan pemerintahan dan politik
– Seruan untuk membiarkan bid’ah dan syirik dengan dalih toleransi dan persatuan
Kaum muslimin yang dirahmati Allah. Bagi seorang muslim tauhid adalah perkara yang sudah menjadi jiwa dan ruh dari agama ini. Barangsiapa ingin memisahkan tauhid dari umat Islam maka sesungguhnya dia ingin merobohkan bangunan Islam. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa menjalankan ibadah kepada Allah tanpa tauhid dan aqidahnya? Padahal tauhid inilah tujuan hidup setiap manusia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56)
Salah satu masalah mendasar yang kita temui adalah banyak diantara umat Islam sendiri yang belum memahami tauhid dengan benar. Mereka mengira cukuplah dikatakan bertauhid ketika seorang meyakini Allah itu satu, atau Allah yang menciptakan segala sesuatu. Itu saja. Padahal keyakinan semacam itu telah dimiliki kaum musyrikin jahiliyah dan belum memasukkan mereka ke dalam Islam.
Lantas, apa sebenarnya tauhid itu? Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Yaitu dengan menujukan segala bentuk ibadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Tauhid inilah keadilan terbesar di alam semesta. Karena ia merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan oleh setiap hamba. Menelantarkan hak ini merupakan kezaliman yang paling berat. Walaupun Allah tidak membutuhkan apa pun dari hamba-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas para hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, kalian adalah orang-orang yang fakir/butuh kepada Allah. Dan Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji.” (Fathir : 15)
Akibat kebodohan dalam hal tauhid inilah banyak orang melakukan syirik dalam keadaan tidak sadar. Mereka menganggap tidak mengapa berdoa kepada selain Allah. Mereka mengira bahwa memohon pertolongan kepada wali yang sudah mati adalah ketaatan, padahal itu termasuk syirik besar yang membatalkan keislaman. Mereka menyangka bahwa orang-orang salih yang sudah meninggal itu bisa mengantarkan doa mereka ke hadapan Allah. Oleh sebab itu mereka berdoa kepada selain Allah dengan tujuan agar lebih mendekatkan diri mereka kepada Allah.
Apabila umat manusia pada hari ini berduka akibat wabah Corona yang telah menelan korban ribuan nyawa, maka kita umat Islam pun turut merasakan musibah serupa. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah ketika ada sebagian orang yang mengaku muslim justru melakukan hal-hal yang merusak aqidah dalam rangka mengatasi masalah yang menimpa. Maka ini adalah bencana di atas bencana. Apa contohnya?
Misalnya, sebagian orang yang datang kepada dukun atau paranormal untuk menanyakan perkara-perkara ghaib. Ini adalah penyimpangan dan kerusakan dalam hal aqidah. Apabila dia bertanya dan membenarkan maka itu adalah kekafiran akbar yang membatalkan Islamnya. Contoh lain adalah dengan membuat sesaji atau memasak sayur tertentu dengan alasan untuk menolak bala; maka ini pun termasuk perusak aqidah dan keimanan.
Apalagi jika ada yang sampai melakukan penyembelihan untuk diberikan kepada sesembahan selain Allah; dengan alasan untuk tolak bala, maka ini jelas syirik besar yang menghancurkan pondasi agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk dipersembahkan/ritual untuk selain Allah.” (HR. Muslim). Sembelihan adalah ibadah, dan menujukan ibadah kepada selain Allah adalah syirik. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (al-Ma-idah : 72)
Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya syirik apabila mencampuri ibadah maka ia akan merusak ibadah itu dan menghapuskan amalan, dan pelakunya menjadi golongan orang-orang yang akan tersiksa kekal di dalam neraka…”
Bencana apakah yang lebih besar daripada bencana kemusyrikan? Sayangnya banyak orang yang masa bodoh bahkan cenderung berpandangan sinis kepada para da’i tauhid. Padahal tauhid inilah kunci kebaikan umat manusia. Tauhid inilah kunci ketentraman dan pembuka gerbang hidayah. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik) maka mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (al-An’am : 82)
Apabila kaum musyrikin saja dalam kondisi terjepit dan dilanda musibah berat mengembalikan urusannya kepada Allah semata dan mencampakkan berhala-berhala mereka maka sungguh aneh apabila ada diantara kaum muslimin yang justru menempuh cara-cara syirik demi membebaskan diri dari musibah wabah ini.
Ada petuah emas yang pernah dinasihatkan oleh seorang tokoh Muhammadiyah di Sleman bernama Kiyai Nur rahimahullah ketika mengomentari ada salah satu kader atau pengurus organisasi tersebut yang berobat dengan cara memindahkan penyakit kepada telor alias cara perdukunan. Beliau berkata, “Seandainya dia sembuh maka dia tetap celaka, karena itu adalah syirik, dan apabila dia tidak sembuh maka musibahnya semakin berlipatganda.” Demikian secara makna apa yang beliau tuturkan
Hari-hari ini kita sedang berupaya untuk mengajak umat agar kembali kepada Allah dan membersihkan diri dari hal-hal yang membuat Allah murka. Dan hal itu harus kita awali dari diri kita masing-masing. Jangan-jangan kita masih menyimpan penyakit-penyakit hati dan kotoran-kotoran perusak aqidah, dalam keadaan kita tidak sadar. Seandainya ada orang meninggal karena wabah ini tentu itu adalah musibah dunia, tetapi jika ada orang meninggal dalam keadaan syirik maka itu adalah musibah agama dan malapetaka selama-lamanya. Karena orang kafir tidak akan bisa masuk surga kecuali apabila seekor onta bisa masuk ke dalam lubang jarum….